Rabu, 26 November 2014

BELAJAR DARINYA ...

Dia begitu sempurna. Ya, setidaknya dia paling baik di mataku dan di mata orang lain, di sini. Kata-katanya cukup untuk merobohkan hati. Suaranya bagai petir yang begitu tegas dan berani. Namun, di balik itu, ada kelembutan yang tersirat.

Ah, entahlah ... Aku tetap akan menyebut dia sempurna. Sampai-sampai tidak sampai aku padanya. Sudah kucoba bertahan dengan silaunya. Namun, bagiku yang memiliki keterbatasan dalam melihat, aku tak sanggup lama-lama dekat dengannya. Tak apa, dia akan tetap sempurna meski di sini ada aku yang serba tak lengkap.

Apakah membenci itu? Apakah aku membencinya? Padahal dia begitu baik, sangat baik. Ya Allah, aku ingin mengembalikan dia padamu saja. Atau tempatkan dia ke dunianya. Aku ingin menyerah, setiap kali melihat dia.

Adakah orang lain yang juga merasa demikian?

^_^ Mari perbaiki diri

Aku ingin merasakan lelah menyerah hingga yang tersisa adalah satu, yaitu bangkit.
Sudah cukuplah melihat dia, dia, dan dia. Sudah cukup waktu untuk melihat dia. Yang tersisa saat ini adalah hikmah dari melihat dia. Tentang kelemahan dan kekurangan diriku yang masih begitu banyak. Dengan melihat dia, aku tahu bahwa aku masih harus banyak belajar. Itu intinya.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS. 2:216)

Selasa, 04 November 2014

BELAJAR FILSAFAT IBARAT IKAN DI LAUT



Oleh: Nuraida Lutfi Hastuti, NIM 11301241031
Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Kesempurnaan tersebut terletak pada satu hal yaitu akal. Akal tersebut yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Tentunya Tuhan pasti memiliki alasan mengapa manusia diberi akal. Manusia memiliki tugas penting bagi kehidupan di bumi yaitu sebagai khalifah yang menjaga bumi. Oleh sebab itu, manusia dapat menggunakan akalnya untuk berpikir bagaimana menjaga bumi. Dengan akal tersebut manusia akan berusaha untuk mengenal bumi dan segala sumber dayanya serta cara memanfaatkan dan mengelolanya untuk kehidupan.
Berdasarkan hal di atas, manusia perlu mengetahui banyak hal yang ada di bumi. Sejak zaman dahulu manusia telah mempelajari berbagai hal sehingga terciptalah ilmu-ilmu pengetahuan. Semua itu tidak terlepas dari proses belajar manusia. Kemudian ilmu-ilmu tersebut akan dipelajari oleh generasi selanjutnya. Dengan demikian, generasi selanjutnya pun juga akan mengalami proses belajar. Selain itu, akibat dari adanya proses belajar akan menimbulkan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan.
Mahasiswa merupakan pemuda yang akan menjadi generasi penerus. Selain itu, kehidupan mahasiswa tidak terlepas dari aktivitas untuk mencari ilmu. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa juga mengalami proses belajar. Belajar bagi mahasiswa merupakan kegiatan sehari-hari sehingga sudah menjadi hal yang sewajarnya. Ilmu yang dicari pun sesuai dengan bidang dan jurusan mahasiswa tersebut.
Selain mempelajari ilmu yang sesuai dengan bidang dan jurusannya, mahasiswa juga mempelajari ilmu lain yang turut mendukung. Misalnya penulis yang merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UNY. Pada semester ini penulis mendapatkan mata kuliah Filsafat. Tentunya ilmu tersebut ada hubungannya dengan ilmu matematika yang penulis pelajari. Penulis menyadari bahwa belajar bukan hanya fokus kepada ilmu di bidangnya tetapi juga yang berkaitan dengan ilmu di bidang lain. Hal tersebut dikarenakan ilmu tidak bisa berdiri sendiri, juga karena suatu ilmu dapat digunakan dalam berbagai bidang.
Ada berbagai cara untuk mempelajari ilmu baru. Misalnya dalam mata kuliah Filsafat ini, Prof. Dr. Marsigit, M.A. selaku dosen pengampu menggunakan metode yang berbeda dari perkuliahan biasanya yaitu kuliah on-line. Dalam perkuliahan ini ada pertemuan secara langsung di kelas dan yang utama adalah melalui internet. Setiap hari mahasiswa dianjurkan untuk membaca artikel yang ada di blog Bapak Marsigit. Artikel-artikel tersebut berisi segala sesuatu mengenai filsafat. Selain itu, mahasiswa juga dapat saling bertukar pikiran dengan memberikan komentar.
Hal di atas dianalogikan dengan ikan yang hidup di laut. Ikan perlu mendeteksi air di sekitarnya (lingkungan tempat hidupnya). Ikan juga perlu meningkatkan sensitivitasnya dalam mendeteksi. Seperti mahasiswa dalam belajar. Mahasiswa perlu mencari dan membangun sendiri pengetahuan dalam dirinya. Mahasiswa juga perlu meningkatkan aktivitas belajarnya untuk mendapat pengetahuan tersebut baik di bidangnya maupun bidang lain. Oleh sebab itu, Bapak Marsigit menganalogikan mahasiswa yang belajar filsafat seperti ikan di laut.
Analogi tersebut diungkapkan oleh Bapak Marsigit pada perkuliahan hari Rabu, 29 Oktober 2014. Selanjutnya beliau menjelaskan beberapa hal. Hal-hal yang penting dituliskan di papan tulis sehingga mahasiswa memiliki gambaran terhadap penjelasan beliau. Berikut ini merupakan rangkuman dari penjelasan beliau.
Belajar itu dimulai dari yang sederhana. Penulis menangkap bahwa belajar dimulai dari hal-hal yang dasar dan tidak muluk-muluk (tinggi). Menguasai konsep dasar itu penting karena akan digunakan untuk selanjutnya (konsep-konsep lain). Selain itu, belajar itu harus dengan nyaman. Penulis mengartikan bahwa kita belajar untuk mencari ilmu, utamanya adalah untuk membangun pengetahuan dalam diri kita sendiri. Oleh sebab itu, diri kita harus merasa nyaman agar dapat beraktivitas dengan baik agar ilmu dapat terserap (kita pahami) dengan baik. Setiap orang pasti memiliki cara belajar yang berbeda sehingga kondisi yang nyaman itu harus kita ciptakan sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Hal tersebut ada kaitannya ketika belajar filsafat. Filsafat merupakan ilmu baru bagi kami (mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika). Dengan demikian, kami perlu menyesuaikan diri agar nyaman dalam belajar dan juga belajar dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu. Layaknya ikan, kami harus mencari pengetahuan sendiri melalui media yang telah dibuat oleh Bapak Marsigit di internet (blog).
Selanjutnya Bapak Marsigit menyampaikan bahwa segala persoalan dalam filsafat itu fokusnya yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Kemudian kita eksplor sifatnya yaitu tetap dan berubah. Misalnya dalam diri kita yang tetap adalah roh. Hal yang tetap contohnya kita adalah ciptaan Tuhan dan selamanya ciptaan Tuhan. Hal yang bisa tetap dan berubah contohnya adalah makan dan bernapas. Tokoh dalam sifat tetap adalah Permenides. Tokoh dalam sifat berubah adalah Heraklitos.
Hal yang tetap berada dalam pikiran. Tokohnya adalah Plato sehingga disebut juga Platonisme. Sifatnya adalah ideal. Sedangkan hal yang berubah berada di luar pikiran. Tokohnya adalah Aristoteles sehingga disebut juga Aristotelenisme. Sifatnya adalah realistis.
Bapak Marsigit mengembangkan lagi sifat-sifat yang tetap dan berubah seperti pada tabel berikut.



TETAP
BERUBAH
Berdasarkan rasionalisme
Tokohnya R. Decrates
Berdasarkan pengalaman
Tokohnya D. Hume
Formal
Normatif
Berlaku hukum identitas
A = A
Subyek memuat predikat: S P
Sifatnya tautologi
Berlaku hukum kontradiktif
A A
S = P
Kebenaran bersifat konsistensi
Kebenaran bersifat korespondensi
Analitik
Sintetik
Apriori:
belum dilaksanakan tetapi sudah ditulis. Contoh proposal penelitian
Aposteriori:
bisa dipikirkan setelah melihat bendanya.

Tidak terikat ruang dan waktu.
4 = 4 berada di pikiran sehingga pasti benar, jika diucapkan akan menjadi salah karena 4 berbeda dengan 4.
Terikat ruang dan waktu.
Aku Aku
4 4
4 di kiri berbeda dengan 4 di kanan
Misal 4 di kiri terbuat dari kawat sedangkan 4 di kanan terbuat dari tepung.
Dari masing-masing sifat tersebut diperoleh:
Matematika numerik atau matematika vertikal.
Matematika anak-anak atau matematika sekolah atau matematika horisontal.
 



Dari uraian di atas didapat bahwa hal yang tetap dengan segala sifatnya merupakan matematika numerik atau bisa juga disebut matematika formal. Sedangkan hal yang berubah dengan segala sifatnya merupakan matematika sekolah. Dengan demikian, matematika formal dan matematika sekolah memiliki perbedaan dan pertentangan. Menurut Immanuel Kant, tidak mungkin memperoleh pengetahuan tanpa rasio dan pengalaman. Rasio bagian dari matematika formal dan pengalaman bagian dari matematika sekolah. Oleh sebab itu, kedua hal tersebut sama-sama penting dan dibutuhkan.
Berdasarkan penjelasan dari Bapak Marsigit, dapat diketahui bahwa terjadi kesenjangan antara matematika formal dengan matematika pada anak-anak. Setelah mengetahui hal tersebut, diharapkan mahasiswa yang merupakan calon pendidik dapat mencari solusi untuk membelajarkan matematika kepada peserta didik. 

Kembali kepada analogi ikan. Mahasiswa yang sedang belajar filsafat ibarat ikan di laut. Mahasiswa juga berada di laut dengan bermacam-macam hal yang terdeteksi. Hal tersebut yaitu kapitalisme, hedonisme, materialisme, pragmatisme, liberalisme, realis, idealis, dan dualis. Hal itu merupakan tantangan eksternal bagi mahasiswa dalam kehidupan modern. Tantangan internal yaitu sifat matematika dan juga sifat mahasiswa itu sendiri. Dengan bekal ilmu dari perkuliahan ini, semoga mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika dapat menjadi pendidik yang profesional, inovatif, dan inspiratif.